Mungkin aku tidak menemanimu saat engkau mulai mendaki dimana engkau mulai berjuang dari 0 dimulai dari titik terendah pendakian, karena aku dan engkau baru dipertemukan ketika engkau sudah berada di setengah dari pendakianmu menuju puncak. Di pertengahan menuju puncak inilah awal diriku mulai menemanimu mendaki sekaligus menjadi titik kami mendaki bersama-sama, saling mendukung satu sama lain. Ketika aku terjatuh, engkau mengulurkan tanganmu untuk membantuku kembali berdiri. Engkau kerahkan semua tenaga dan materimu untuk bisa membuatku berdiri tegak kembali. Engkau selalu berhasil membuatku kembali berdiri saat ku terjatuh di pendakian-pendakian yang selanjutnya. Tapi tidak hanya diriku saja, engkau yang setangguh itu pun pernah terjatuh, engkau pun meminta uluran tanganku supaya engkau bisa kembali berdiri. Mungkin aku tidak sekuat dan setangguh dirimu, tapi ku curahkan semua tenagaku untuk bisa membantumu berdiri. Ingatkah engkau? kita pernah menangis bersama ketika merasakan salah satu kesedihan yang dirasakan oleh salah satu dari kita? Bahkan engkau pernah menangis sampai tersedu-sedu karena diriku yang selalu ada dan menemanimu mendaki bagaimanapun suasananya, baik suka maupun duka.
Aku tahu bahwa semakin tinggi mendaki, beban yang dirasakan lebih berat dan tantangan yang menghadang pun semakin kuat, bahkan angin yang berhembus pun semakin kencang. Tapi disinilah pembuktian dari kekuatan kita, apakah kita akan terus mendaki ataukah menyerah. Kita sudah sama-sama berjuang untuk mendaki, melewati tantangan dan rintangan yang ada setiap menaiki ketinggian. Itu semuanya tidak mudah, tetapi kita bisa, kita bisa melewati semuanya.
Ketika kita sudah sampai di pos pendakian untuk kesekian kalinya yang nyaris mendekati puncak, lalu kau mulai berpikir untuk mencoba mendaki sendiri? Apakah lantas kau akan memilih untuk mendaki sendirian? dan kemudian menendangku untuk turun dari pendakian? hingga akhirnya aku terguling ke bawah dan terluka? Setelah itu kau menyuruhku untuk mendaki sendiri? Apakah kau tega sejahat itu?
Ketika mendekati puncak kau membuangku dan mungkin ketika kau sudah mencapai puncak sendirian, lalu kau akan mencari seseorang yang menemanimu di puncak. Ia, seseorang yang hanya menikmati keadaanmu di puncak tanpa tahu rasanya berjuang bersama saat mendaki. Atau mungin kau akan kembali mencariku ketika kau sudah berada di puncak? semuanya ada ditanganmu.
Mendaki
- Minggu, 15 Oktober 2017
Rindu
- Rabu, 13 September 2017
Kala hati menahan rindu
Apa daya mata semakin sendu
memikirkanmu
yang bersemayam dihatiku
namun terhalang oleh jarak jauh
tak dipungkiri
diri ini merasa sedih
ingin kuberlari
mengejar sang belahan hati
namun kenyataan tidak mungkin
bisakah kau berjanji?
untuk terus mengikat hati ini?
Tanpa ada tapi
dan juga pihak lain
demi cinta sejati
Mini Riset Bahasa Indonesia
- Rabu, 28 Desember 2016
EFEKTIVITAS
PERMAINAN SCRABBLE DALAM MENGUKUR KEMAMPUAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA ANAK USIA
6 TAHUN
Windi Febriana Putri
1407066
PGSD Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan kosakata bahasa
Indonesia pada anak SD usia 6 tahun yang meliputi kuantitas ragam kosakata,
kelas kata, dan ruang lingkup kosakata. Metode yang digunakan adalah metode
penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini di antaranya adalah
kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia pada setiap anak berbeda antara satu
dengan yang lain, nomina adalah kelas kata yang paling banyak dikuasai anak,
dan ruang lingkup kosakata anak sebagian besar masih berada pada tataran benda,
aktivitas, keadaan, dan hal-hal lain yang bersifat konkret.
Kata kunci: penguasaan kosakata, anak usia SD usia 6 tahun, Scrabble
PENDAHULUAN
Kosakata sebagai salah satu materi pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah menempati peran yang sangat penting sebagai dasar penguasaan siswa
terhadap penguasaan dalam materi mata pelajaran bahasa Indonesia dan penguasaan
mata pelajaran lainnya. Penguasaan kosakata akan mempengaruhi cara berpikir dan
kreativitas siswa dalam proses pembelajaran bahasa sehingga penguasaan kosakata
dapat menentukan kualitas seorang siswa dalam berbahasa (Kasno, 2014:1) senada dengan itu Tarigan (1997:2)
mengungkapkan kualitas keterampilan berbahasa seseorang tergantung pada kuantitas
kosakata yang dimilikinya. Makin banyak kosakata yang dimiliki seseorang, makin
besar pula keterampilan berbahasanya.
Pendapat tersebut, tentunya dapat dipahami bahwa kualitas dan kuantitas
kosakata atau pembendaharaan kata yang dimiliki anak usia 6 tahun akan membantu
anak tersebut dalam menyerap berbagai
informasi yang disampaikan para pengajar atau informasi dari berbagai sumber
belajar lainnya. Penguasaan kosakata yang baik sangat mempengaruhi kemampuan
anak dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan.
Langganan:
Postingan (Atom)