Kebudayaan Sulawesi Selatan
Tari Klana Alus – Tari Klasik Gaya Yogyakarta
Tari Klana Alus adalah jenis Tari Tunggal Putra yang menjadi bagian dari Tari Klasik Gaya Yogyakarta, sebuah hasil karya dari seorang penari dan guru tari bernama R. Soenartomo Tjondroradono (K.R.T Candraradana). Pada awalnya tarian ini hanya ditampilkan di dalam istana, namun seiring perkembangannya, atas izin dari Sri Sultan Hamengku Buwana VII yang ditandai dengan hadirnya organisasi kesenian Kridho Bekso Wiromo, akhirnya Tari Klasik diperkenankan untuk diajarkan serta dikembangkan diluar keraton.
Tarian Klana Alus ditarikan dengan karakter dan gerak tari yang halus, adapun ciri khas dari gerakan tari ini adalah gerakan ngana atau kiprahan yang diungkapkan melalui gerak Muryani Busana.
dikatakan sebagai tari yang menggambarkan keadaan seorang Raja yang
sedang merindukan seorang putri, terutama tercermin pada gugusan gerak
Muryani Busana yang dimaknai sebagai gerakan orang berhias dan
berbusana.
Gerakan Muryani Busana sangatlah mendominasi pada tari ini, yang mana
lebih cenderung sebagai penggambaran orang yang sedang berhias diri.
secara garis besar tari ini dibagi menjadi tiga bagian yakni: Maju Gending, Kiprahan dan Mundur Gending.
Secara keseluruhan gerakan tari terlihat lebih ekspresif dan dinamis
dengan irama yang terdiri dari beberapa irama, diantaranya adalah irama
satu dan irama dua. Iringan”klana alus” biasanya gendhing ”cangklek
laras slendro palet 9.
Seperti yang telah disebutkan diatas, Tari ini merupakan gambaran
Kerinduan Raja pada seorang Putri, yakni penceritaan tentang tokoh Prabu Jangkung Mardeya yang merindukan seorang putri kerabat Pandawa, Tokoh lainnya adalah Prabu Sri Suwela yang merupakan penyamaran dari Dewi Arimbi
yang dalam figur pria meminang Bima. Hiasan kepala menunjukkan keunikan
keindahan di luar pola tradisional, mempergunakan bulu-bulu burung
merpati yang ditata indah warna-warni artistik Jawa. Gerak ”tari” Sri Suwela lebih mendekati sifat feminim.
Dalam hal Tata Busana, Penari Tari Klana Alus biasanya memakai Celana Cinde berwarna merah, Kain Parang (Loreng), Bara (hiasan kain cinde kecil dipaha kanan dan kiri), Setagen dan Epek Timpang yang difungsikan sebagai ikat pinggang, Kalung Susun dan Klat Bau yang terbuat dari kulit, Keris dan Oncen serta Sampur Cinde.